
Perkembangan RRI
Melalui situsnya dijelaskan bahwa RRI
atau Radio Republik Indonesia secara resmi didirikan pada tanggal 11
September 1945, oleh para tokoh yang sebelumnya aktif mengoperasikan
beberapa stasiun radio Jepang di 6 kota. Rapat utusan 6 radio di rumah
Adang Kadarusman, Jalan Menteng Dalam, Jakarta, menghasilkan keputusan
mendirikan Radio Republik Indonesia dengan memilih Dokter Abdulrahman
Saleh sebagai pemimpin umum RRI yang pertama. Rapat tersebut juga
menghasilkan suatu deklarasi yang terkenal dengan sebutan Piagam 11
September 1945, yang berisi 3 butir komitmen tugas dan fungsi RRI yang
kemudian dikenal dengan Tri Prasetya RRI.
Penghapusan Departemen Penerangan oleh
Pemerintah Presiden Abdurahman Wahid dijadikan momentum dari sebuah
proses perubahan government owned radio ke arah Public Service
Boradcasting dengan didasari Peraturan Pemerintah Nomor 37 tahun 2000
yang ditandatangani Presiden RI tanggal 7 Juni 2000.
Saat ini RRI memiliki 52 stasiun
penyiaran dan stasiun penyiaran khusus yang ditujukan ke Luar Negeri
dengan didukung oleh 8500 karyawan.
Kecuali di Jakarta, RRI di daerah hampir
seluruhnya menyelenggarakan siaran dalam 3 program yaitu Programa
daerah yang melayani segmen masyarakat yang luas sampai pedesaan,
Programa Kota (Pro II) yang melayani masyarakat di perkotaan dan
Programa III (Pro III) yang menyajikan Berita dan Informasi (News
Chanel) kepada masyarakat luas. Di Stasiun Cabang Utama Jakarta
terdapat 6 programa yaitu programa I untuk pendengar di Propinsi DKI
Jakarta Usia Dewasa, Programa II untuk segment pendengar remaja dan
pemuda di Jakarta, Programa III khusus berita dan Informasi, Programa
IV Kebudayaan, Programa V untuk saluran Pendidikan dan Programa VI
Musik Klasik dan Bahasa Asing. Sedangkan “Suara Indonesia” (Voice of
Indonesia) menyelenggarakan siaran dalam 10 bahasa.
Sekilas Sejarah Amatir Radio di Indonesia
Kegiatan Amatir radio merupakan kegiatan
orang-orang yang mempunyai hobby dalam bidang tehnik transmisi radio
dan elektronika, kegiatan ini disahkan, diatur dan diawasi secara
global baik oleh Badan-badan telekomunikasi international seperti ITU
dan IARU maupun oleh badan telekomunikasi nasional disetiap negara.
Oleh karena itu dalam melakukan kegiatannya mereka mempunyai dan
berlandaskan KODE ETIK AMATIR RADIO.
Kegiatan amatir radio di Indonesia
dimulai pada tahun 1930-an ketika Indonesia masih dalam jajahan Belanda
atau Hindia Belanda. Sangat sedikit orang yang dipercaya oleh
kekuasaan untuk memiliki izin amatir radio saat itu. Dua diantara
mereka yang disebut-sebut sebagai pelopor adalah : Rubin Kain (YB1KW)
yang izinnya didapat tahun 1932. Beliau telah meninggal pada tahun
1981. Yang kedua adalah B. Zulkarnaen (YB0AU) yang izinnya didapat pada
tahun 1933. Beliau juga telah meninggal pada tahun 1984.
Semua aktifitas amatir radio dihentikan
pada saat pendudukan Jepan dan Perang Dunia II, namun ada dari sebagian
mereka yang tetap nekat beroperasi dibawah tanah untuk kepentingan
Revolusi Kemerdekaan Republik Indonesia.
Tahun 1945, proklamasi kemerdekaan RI
disiarkan ke seluruh dunia dengan menggunakan sebuah pemancar radio
revolusioner yang dibuat sendiri oleh seorang amatir radio yang bernama
Gunawan (YB0BD). Jasa YBoBD ini diakui oleh Pemerintah dan sebagai
penghargaannya, pemancar radio buatan Gunawan tersebut di simpan di
Museum Nasional Indonesia.
Selanjutnya, kegiatan amatir radio
diselenggarakan kembali pada tahun 1945 sampai dengan 1949. Namun
karena alasan keamanan dalam negeri, pada tahun 1950, pemerintah
melarang kegiatan amatir radio hingga tahun 1967. Landasan pelarang itu
adalah Undang-undang No. 5/1964 yang menegaskan hukuman yang sangat
berat bagi mereka yang memiliki pemancar radio tanpa izin.
Pada tahun 1966, amatir radio
memperjuangkan kepentingannya kepada pemerintah agar amatir radio dapat
diselenggarakan kembali di Indonesia. Akhirnya, dengan Peraturan
Pemerintah No. 21/1967, pemerintah mengizinkan kembali kegiatan amatir
radio.
Melalui Konferensi Amatior Radio yang
pertama pada tgl. 9 Juli 1969 di Jakarta, didirikan organisasi yang
bernama Organisasi Radio Amatir Republik Indonesia (ORARI). Pada Munas
ORARI tahun 1977, nama organisasi dirubah menjadi Organisasi Amatir
Radio Indonesia dengan singkatan yang sama hingga sekerang.
Terbentuknya ORARI dapat dikatakan
berawal di Jakarta dan Jawa Barat atau pulau Jawa pada umumnya dan
diprakarsai oleh kegiatan aksi mahasiwa , pelajar dan kaum muda, diawal
tahun 1965 sekelompok mahasiwa publistik yang tergabung dalam wadah
KAMI membentuk radio siaran perjuangan bernama Radio Ampera, mulai saat
itu juga bermunculanlah radio siaran lainya seperti Radio Fakultas
Tehnik UI, Radio Angkatan Muda, Kayu Manis, Draba, dll.
Sudah tentu semua radio siaran itu
merupakan siaran yang tak memiliki izin alias Radio gelap. Sadar karena
semakin banyaknya radio siaran bermunculan yang memerlukan suatu
koordinasi demi tercapainya perjuangan ORBA maka dibentuklah pada tahun
1966 oleh para mahasiwa suatu wadah yang diberi nama PARD (Persatuan
Radio Amatir Djakarta) diantaranya terdapat nama-nama koordinatornya
seperti Willy A Karamoy. Ismet Hadad, Rusdi Saleh, dll.
Di Bandung juga terbentuk PARB. Bagi
anggota yang hanya berminat dalam bidang teknik wajib menempuh ujian
tehnik dan bagi kelompok radio siaran disamping perlu adanya tehnisi
yang telah di uji juga wajib menempuh ujian tehnik siaran dan
publisistik. Setelah itu kesemuanya diberi callsign menggunakan prefix
X, kode area 1 s/d 11 dan suffix 2 huruf sedangkan huruf suffix
pertamanya mengidentifikasikan tingkat keterampilannya A s/d F seperti
X6AM, X11CB dsb sedangkan untuk radio siaran diberi suffix 3 huruf.
Pada mulanya PARD merupakan wadah bagi
para amatir radio dan sekaligus radio siaran . Sehingga pada saat itu
secara salah masyarakat mengidentikan Radio amatir sebagai radio siaran
non RRI. Karena adanya tingkatan keterampilan, PARD saat itu juga
menyelenggarakan ujian kenaikan tingkat. Disamping itu terdapat juga
para Amatir era 1945-1952 yang tergabung dalam PARI (Persatoean Amatir
Repoeblik Indonesia 1950), diantaranya terdapat nama – nama , Soehodo
†. (YBØAB), Dick Tamimi †. (YBØAC), Soehindrio (YBØAD), Agus Amanto †
(YBØAE), B. Zulkarnaen †. (YBØAU), Koentojo † (YBØAV) dll. Diantara
mereka ternyata ada juga yang menjadi anggota PARD seperti, (YBØAE) dan
(YBØAU).
Radio Siaran Swasta
PRSSNI sebagai wadah organisasi radio
swasta di Indonesia menuliskan bahwa keberadaan radio siaran di
Indonesia, mempunyai hubungan erat dengan sejarah perjuangan bangsa,
baik semasa penjajahan, masa perjuangan proklamasi kemerdekaan, maupun
didalam dinamika perjalanan bangsa memperjuangkan kehidupan masyarakat
yang demokratis, adil dan berkemakmuran.
Di zaman Penjajahan Belanda, radio
siaran swasta yang dikelola warga asing menyiarkan program untuk
kepentingan dagang, sedangkan radio siaran swasta yang dikelola pribumi
menyiarkan program untuk memajukan kesenian, kebudayaan, disamping
kepentingan pergerakan semangat kebangsaan. Ketika pendudukan Jepang
tahun 1942, semua stasiun radio siaran dikuasai oleh pemerintah,
programnya diarahkan pada propaganda perang Asia Timur Raya. Tapi
setelah Jepang menyerah kepada Sekutu 14 Agustus 1945 para angkasawan
pejuang menguasai Radio Siaran sehingga dapat mengumandangkan Teks
Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 ke seluruh dunia. Selanjutnya
sejak proklamasi kemerdekaan RI sampai akhir masa pemerintahan Orde
Lama tahun 1965, Radio Siaran hanya diselenggarakan oleh Pemerintah,
dalam hal ini Radio Republik Indonesia atau RRI.
Secara defacto Radio siaran swasta
nasional Indonesia tumbuh sebagai perkembangan profesionalisme “radio
amatir” yang dimotori kaum muda diawal Orde baru tahun 1966; secara
yuridis keberadaan radio siaran swasta diakui, dengan prasyarat,
penyelenggaranya ber-Badan Hukum dan dapat menyesuaikan dengan
ketentuan Peraturan Pemerintah RI nomor 55 tahun 1970 tentang Radio
Siaran Non Pemerintah, yang mengatur fungsi, hak, kewajiban dan
tanggungjawab radio siaran, syarat-syarat penyelenggaraan, perizinan
serta pengawasannya.
Hingga saat ini, saya mengamati
perkembangan radio swasta semakin membaik, apalagi setelah jatuhnya
Orde Baru pada tahun 1998. Terima kasih reformasi, karena sekarang saya
dapat mendengarkan berita-berita aktual setiap saat melalui siaran
radio swasta yang lebih kredibel. Kita tidak lagi terpasung
mendengarkan berita pada jam-jam tertentu. Itu satu hal yang positif,
bagaimana industri melihat peluang yang ada pada saat bergulirnya
reformasi.
Sumber : http://ilmukelasberat.wordpress.com/2010/06/16/sejarah-siaran-radio-di-indonesia/
0 komentar:
Posting Komentar